Kamis, 06 Desember 2012

Sikap Luhur Persaudaraan

Terinspirasi saat berlangsungnya penulisan proposal, yang sebelumnya penulis membaca buku Indahnya dalam Naungan Al-Qur’an dan buku Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-kanak.

Assalamu'alakum wr wb

Menanamkan Sikap Luhur Persaudaraan, Kasih Sayang,
dan Pemaaf di Dalam Diri

Berusaha menanamkan sikap-sikap luhur di dalam diri sangat penting diantaranya: jalinan persaudaraan yang membangkitkan rasa yang mendalam akan kasih sayang, cinta, & penghormatan terhadap semua orang dan terjalin ikatan akidah Islam. Hingga kita juga ikut merasakan sakit atas deritanya.
Sebagai manusia kita memerlukan keteladanan kasih sayang dari orang tua atau orang-orang terdekat. Sebab bagaimanapun juga, kasih sayang adalah salah satu sifat dan moralitas yang harus dipegang oleh seorang muslim. Kasih sayang merupakan satu sifat Allah, yang lebih Dia dahulukan dari pada amarahNya.
*      Kasih sayang membuat umat manusia akan dipenuhi rasa cinta dan persahabatan.
*      Saling solider, segala upaya mereka akan dilakukan untuk saling membantu.
*      Kasih sayang adalah kelembutan dalam hati, sebuah sense dalam sanubari, kehalusan perasaan yang bertujuan untuk lemah lembut terhadap orang lain.
*      Sayang merupakan sifat yang mendorong seorang mukmin untuk tidak menyakiti orang lain, menghindari tindakan jahat kepadanya, dan membuatnya menjadi sumber kebaikan, dan kedamaian.
Perlu ditegaskan bahwa kasih sayang seorang mukmin tidak hanya terbatas pada saudara sesama mukmin saja, akan tetapi juga melebar pada seluruh manusia yang ada di bumi anbiya. Ini merupakan kasih sayang yang membuat manusia dapat berbicara melebihi hewan bisu.
Yang sering diremehkan adalah altruistis, yaitu sikap mementingkan orang lain dari dirinya sendiri. Begitu yang penulis rasakan, saat kita berada diposisi terjepit tentu akan lebih mengutamakan diri sendiri. Sikap ini sangat baik ditanamkan mulai saat ini, membiasakan mengutamakan orang lain dalam wilayah kebaikan dan kemashlahatan, dengan orientasi demi ridha Allah.
Adanya sayang karena terciptanya benci, ini yang melatih diri kita agar senantiasa tegar. Kadang kita merasakan ketidak adilan/tersakiti entah oleh teman; sahabat; kekasih; saudara; buah hati; bahkan orang tua sendiri, yang perlu dilakukan hanyalah bersyukur sebanyak-banyaknya karena Allah sudah mengizinkan dia untuk hadir dalam hidup kita, dan percaya Allah akan memberikan yang terbaik. Jangan abaikan dia yang sayang dengan kita, suatu hari kita akan  merasa kehillangan saat dia sudah tidak ada di pentas bumi anbiya ini.  Dibalik itu semua kita bisa belajar untuk sabar dan bisa menyayangi semua orang tanpa pandang bulu. Semoga ikhlas dan sabar senantiasa menemani langkah kita.
Salam cinta untuk para pembaca dan orang-orang terkasih..

Selasa, 30 Oktober 2012

To: Khairatul Maghfirah


Jakarta, 31 Oktober 2012
11:10 WIB
Assalamu'alaikum
Allahuma shalli 'ala Muhammad.

Congrats... Kamu sudah makin tua satu tahun, Waktu berjalan tiada henti diiringi rembulan dan mentari, yang terbit dan tenggelam setiap hari mengiringi usiamu yang terus bertambah dari hari ke hari hingga saat ini….. selamat ulang tahun ira.. mudah2an panjang umur, sehat selalu & tercapai cita-cita.
semoga sabar dan tabah selalu bersama kita dalam menempuh perjalan panjang..

Senin, 29 Oktober 2012

JAR OF HEART


I know I can't take one more step towards you
Cause all thats waiting is regret
Don't you know I'm not your ghost anymore
You lost the love I loved the most

I learned to live, half alive
And now you want me one more time

Who do you think you are?
Runnin' 'round leaving scars
Collecting a jar of hearts
Tearing love apart
You're gonna catch a cold
From the ice inside your soul
Don't come back for me
Who do you think you are?

I hear you're asking all around
If I am anywhere to be found
But I have grown too strong
To ever fall back in your arms

Ive learned to live, half alive
And now you want me one more time

DEAR..It took so long just to feel alright
Remember how to put back the light in my eyes
I wish I had missed the first time that we kissed
Cause you broke all your promises
And now you're back
You don't get to get me back

Who do you think you are?

Just Tell..



Jakarta, 18 Oktober 00:15 WIB
Alllllooow guysss salam semuaa:)
Sejenak menghilangkan kepenatan, kejenuhan karena banyaknya tugas yang harus diselesaikan. Bukannya curcol nih guys he..
Sambil dengerin butiran debu jadi galau deh.. lebih dari 2 bulan lagu ini nangkring di playlist gue, eiitss jangan berpikir gue lagi meresapi kegalauan!! Tapi gue lagi belajar piano..  heehee. Ada juga nih guys.. lagu Christina Perry Jar of Heart, pianonya lumayan.. kedengerannya biasa aja tapi kalo didengerin secara mendalam terdengar elegan!! Kata gue.. ga percaya coba dengerin deh. 
Emang bukan pianis profesional, tapi kan cita-cita itu ada.. walau kadang terbesit impossible coz factor usia. Yang terpenting sekarang adalah belajar, paling engga kan bisa untuk menghibur diri sendiri.
Merekam alunan nada engga seperti kita belajar matematika, yang emang sudah jelas terlihat rumus dan jawabannya. Nada ini bersifat abstrak yang hanya bisa didengar oleh telinga dan dirasakan oleh hati, yang menghasilkan gejolak-gejolak emosi dalam jiwa (inilah yang sangat mempengaruhi pikiran/otak manusia).
Alunan yang kita dengar bisa membuat kita semangat, rileks (melepas kepenatan), membangkitkan gairah kemanusiaan, dan bahkan bisa membuat manusia menjadi stress!! Engga bisa dibayangin deh seandainya kamu jadi stress because of melody.. haaa
Yang jelas kalo kita udah berada dalam alunan melody seakan-akan berada di dunia yang berbeda. Kadang aluan piano yang gue mainkan terdengar indah dan sangat menggetarkan hati, biking gue merasa tenang, bisa juga bikin gue nangis. Terkadang juga membuat gue merasa benci sesuatu, sehingga gue harus tidur untuk menghilangkan amarah. Memang aneh, bukan abstrak namanya kalau tidak aneh.. heehee. Yaaah paling engga gue bisa meluapkan emosi gue dengan berpiano ria.. dari pada dari pada hohoho!!
Salam bahagia untuk semua…

Jumat, 05 Oktober 2012

Menabur Pesan Ilahi


MENABUR PESAN ILAHI DENGAN KECERDASAN
Nisrina NA
Alhamdullillaahirabbil'aalamiin..
ALLAHumma shalli 'alaa Muhammad.
Langit Jakarta 06 Okt 2012. 00:01 WIB
Assalamu’alaikum wr.wb
            Dalam menuju tingkatan yang lebih tinggi kita membutuhkan pijakan yang lebih kuat pula tentunya. Semakin tinggi pohon semakin besar pula angin menerpa. Tak dapat dipungkiri baik/buruknya sejarah merupakan bagian dari masa depan.. ini adalah awal untuk mencapai titik terakhirku, dan akhir yang kutuju merupakan awal untuk perjalan selanjutnya sampai kumenuju akhir dan akan memulai awal kembali begitu seterusnya sampai batas waktu yang Sang Pencipta tentukan.
Dalam meneladani sifat Tuhan Yang Maha Sempurna dan Segala-galanya, hendaklah kita terus menerus berupaya untuk terus menimba ilmu. Dalam upaya tersebut kita dituntut agar dapat menggunakan secara maksimal seluruh potensi (panca indera, akal dan kalbu) yang dianugerahkan Allah untuk meraih sebanyak mungkin ilmu yang bermanfaat, bukan hanya ilmu yang berkenaan dengan seluruh benda-benda yang ada di seluruh jagad raya ini, tetapi juga ilmu yang bersifat non empiris, yang hanya dapat diraih dengan kesucia jiwa dan kejernihan kalbu.
Merujuk Firmannya dalam surat al-‘Alaq: 1-5   
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Allah menyuruh kita untuk menuntut ilmu, tapi tidak dijelaskan apa yang harus kita dipelajari. Ternyata samar tapi jelas tegas bahwa jagad raya beserta seluruh isinya merupakan suatu pengetahuan/pelajaran untuk manusia, tak terbatas apa-apa yang harus kita pelajari.
Perlu diketahui, ilmu seseorang harus mengantarkannya kepada iman, yang akan mendorongnya memberi nilai-nilai spiritual terhadap ilmu yang diraihnya, mulai dari motivasi hingga tujuan dan pemanfaatannya.
Kecerdasan spiritual akan melahirkan kepekaan yang bersifat supranatural dan religius. Dimensi spiritual mengantar manusia percaya kepada kebenaran yang sebenarnya. Seseorang yang cerdas dalam spiritual insya Allah dia sukses mengontrol intelektual dan emosional yang dia miliki.
Hawa nafsu/serakah adalah rasa tidak pernah puas yang akan selalu mengajak kepada hal yang bersifat negative. Ia bagaikan air laut, semaikin diminum semakin mengundang rasa haus. “Siapa yang memilih dunia dengan mengorbankan akhirat, maka dunia pasti meninggalkannya dan akhiratpun luput darinya.”
Begitu pentingnya spiritual yang harus dimiliki, karena dengan spiritual tersebut intelektual dan emosional kita akan dituntun. Andai saja kecerdasan ini tidak dibarengi, mungkin kita—bahkan kemanusiaan seluruhnya akan terjerumus ke dalam jurang KEBINASAAN!!. Kita akan menjadi kepompong yang membakar dirinya sendiri akibat “kepintarannya”. Perlu diingat bahwa kebodohan bukanlah sekedar lawan dari berpengetahuan, bisa jadi seseorang yang memiliki banyak informasi, tetapi informasi tersebut tidak bermanfaat/dimanfaatkan olehnya.
Pesan penulis untuk kita semua:
*      Belajarlah!! Semakin banyak pengetahuan yang kita miliki, kita akan semakin tahu bahwa masih banyak lagi sesuatu yang belum kita ketahui..
*      Jangan jadikan kemiskinan untuk suatu alasan bahwa kita tidak mampu.. justru kemiskinan yang melanda akan membuat kita mampu.
*      Jangan jadikan masalah yang menyebabkan kegagalan, justru masalah yang harus kita jadikan kunci untuk membuka pintu  kesuksesan.. 

salam menuju sukses untuk kita semua...
 




Jumat, 07 September 2012

Harun Nasution - Teologi Rasional

PENDAHULUAN
Harun Nasution adalah sosok ilmuan Muslim yang amat berwibawa dan disegani oleh intelektual Muslim, baik dalam maupun luar negeri, dan sekaligus menjadi sumber timbulnya berbagai masalah yang menimbulkan perdebatan. Dilihat dari segi pribadinya, beliau adalah seorang yang taat beribadah, berpola hidup sederhana, jujur, amanah, dan rendah hati. Pribadi yang demikian itu merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki seorang pendidik.  Mendengar Nama Harun Nasution tidak lepas dari kata “Rasional”. Ia memiliki keahlian dalam bidang teologi dan filsafat yang bercorak rasional dan liberal. Pemikiran teologi harun nasution merupakan gambaran dari pemikiran gurunya yaitu Muhammad Abduh yang merupakan seorang tokoh yang sangat berpengaruh terhadap teologi.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, yang berisikan tentang corak pemikiran rasional agamis pada abad ke-19. Selain itu buku ini juga membahas tentang sejarah Islam, yang mulanya berkembang pemikiran rasional yang berkembang pada zaman klasik Islam (650-1250 M), kemudian berkembang pemikiran tradisional pada zaman pertengahan Islam sekitar (1250-1800 M). 
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana ting­ginya kedudukan akal seperti terdapat dalam AI-Quran dan hadits.
 
Dan mereka berkata: “Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Q. S. Al-Mulk; 10)
Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria), Bactra (Persia). Disana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani melahirkan pemikiran rasional di kalangan ulama Islam Zaman Klasik. Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang sekular, maka dalam Islam Zaman Klasik berkembang pemikiran rasional yang agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para ulama dalam bidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kedua sumber utama yaitu Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang bertentangan dengan AI-Quran dan hadits.
Pembagian pemikiran Islam ke dalam corak rasional dan tradisional berakibat menimbulkan kesan yang kurang baik, khususnya bagi umat Islam itu sendiri, sehingga diantara mereka sering membuat pernyataan-pernyataan yang bernada keras dan tidak benar serta dapat mngancam persatuan dikalangan umat Islam. Dilingkungan para pengamat dan pemikir muncul pendapat seperti golongan rasional mengutamakan akal daripada wahyu, mendahulukan dan mngandalkan akal. Padahal kita mengetahui bahwa bagi orang Islam telah dibekali wahyu oleh Allah swt sebagai pedoman, tidak mungkin akan mendahulukan akal daripada wahyu. Karena wahyu merupakan penuntun bagi akal seorang muslim dalam menghadapi kehidupan ini. Maka dari itu seorang muslim tidak akan mungkin dapat mengikuti faham rasionalis yang mengutamakan akal daripada wahyu sebagaimana yang berkembang di dunia Barat.


PEMBAHASAN
HARUN NASUTION (TEOLOGI RASIONAL)
A.    Biografi Harun Nasution
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara pada tanggal 23 September 1919 dan wafat pada tanggal 18 September 1998 di Jakarta. Ia adalah putra ke-4 dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seoraang ulama kelahiran Mandaling yang berkecukupan, serta pernah menduduki jabatan sebagai Hakim, Penghulu, dan Imam Masjid di Kabupaten Simalungun.
Beliau menempuh pendidikan dasar disekolah Belanda yakni Hollandsh-Inlandsche School (HIS), kemudian melanjutkan ke tingkat menengah yang berlandaskan Islam yakni Moderne Islamietische Kweekschool (MIK). Karena desakan orang tua ia kemudian meninggalkan MIK dan melanjutkan lagi studinya ke Makkah. Akan setelah kurang lebih satu tahun di Makkah pada tahun 1939 memutuskan untuk pergi ke Mesir. Di negeri Piramida ini Harun Nasution mendalami Islam di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar namun merasa tidak puas dan kemudian pindah Universitas Amerika di Kairo. Di Universitas ini Harun tidak lagi mandalami studi Islam, melainkan ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial.  Di Kairo ini, ia mendapatkan gelar B.A (Bachelor of Art) dalam bidang sosial studies pada tahun 1952 dengan nilai sangat memuaskan.
Setelah mendapat gelar B.A Harun Nasution menikah dengan seorang wanita Mesir. Beliau pernah menjadi pegawai konsulat Indonesia di Kairo, kemudian dari Mesir ia ditarik ke Jakarta dan kemudian menjadi sekretaris pada kedutaan besar Indonesia di Brussel, Belgia. kemudian tahun 1960 ia kembali ke Mesir , di sanalah ia mendapat tawaran untuk melanjutkan studi di Universitas McGill, Kanada. Untuk tingkat Magister beliau menulis tentang “pemikiran mengenai Islam di Indonesia” dan untuk disertasinya beliau menulis tentang “posisi akal dalam pemikiran teolog Muhammad Abduh”. Setelah meraih doktor, Harun Nasution kembali ke tanah air dan mencurahkan perhatiannya pada pengembangan pemikiran Islam melalui IAIN.[1]

B.     Harun Nasution dan Teologi Rasional
Menurut Harun Nasution teologi yang dapat memberdayakan dan membawa umat Islam pada kemajuan adalah teologi rasional, bukan teologi tradisional. Terlebih dahulu perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan teologi rasional dan tradisional. rasional berasal dari kata rasio yang berarti pemikiran secara logis (masuk  akal). Rasional berarti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal. Dengan demikian teologi rasional dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran yang logis dan sehat.[2]
Kebalikan dari rasional adalah tradisional, kata ini berasal dari tradisi yang berarti kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang baik. Tradisional berarti sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun menurut adat. Dapat disimpulkan teologi tradisional adalah teologi yang selalu berpegang teguh pada tradisi. Disamping itu teologi tradisional juga dapat diartikan dengan teologi menurut pada pemikiran yang normatif dan tekstual, yaitu pemikiran yang banyak terikat pada arti lafzhi atau harfiah dari ayat-ayat Qur’an dan Sunnah.[3]
Pemikiran Harun Nasution tentang teologi rasional berpijak pada beberapa poin penting berikut:
1.      Sumber-sumber primer Islam, al-Qur’an dan hadist.[4]
2.      Gerakan rasionalisasi Islam bukanlah sekularisme, tetapi modernisasi atau pembaharuan pemikiran Islam yang melahirkan dinamisme.[5]
3.      Ayat suci dengan realitas zaman. Menurut Harun Nasution, banyaknya ayat al-Qur’an yang tidak berbicara tentang soal hidup kemasyarakatan, terdapat hikmah yang sangat besar. Masayrakat bersifat dinamis, senantiasa mengalami perubahan dan berkembang mengikuti perubahan zaman. Peraturan dan hukum mempunyai efek yang mengikat, dengan kata lain semua itu akan menjadikan perkembangan masyarakat akan terhambat. Tuhan memberikan Manusia akal agar dipergunakan untuk berpikir, karena manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi. Disinilah letak hikmahnya mengapa ayat al-Qur’an tidak banyak membicarakan soal hidup kemasyarakatan manusia. Yang diberikan tuhan dalam al-Qur’an ialah dasar-dasar atau patokan-patokan, dan di atas dasar-dasar dan patokan-patokan inilah umat Islam mengatur hidup kemasyarakatannya.[6]

C.    Pembaharuan Harun Nasution
Gagasan Harun tak lepas dari petualangan panjangnya. Yang paling menonjol tentu saat ia menuntut ilmu di Makkah dan Mesir. Dikedua negeri inilah, ia terkagum dengan pemikiran tokoh Muhammad Abduh, terutama sekalitentang paham Mu’tazilah yang banyak mengan jurkan sikap-sikap qodariah.
Harun sering menyatakan bahwa salah satu kemunduran umat Islam di Indonesia adalah akibat dominasi asy’arisme yang bersifat jabariah (terlalu menyerah pada takdir). Maka dari itu dari sekian banyak tulisannya Harun selalu menghubungkan akal dengan wahyu, dengan lebih tajam lagi melihat fungsi akal itu dalam pandangan alqur’an yang demikian penting dan bebas.
Harun memang sangan tersosialisasi dalam tradisi intelektual dan akademis cosmopolitan (barat). Tapi, sebenarnya hampir sepenuhnya ia mewarisi dasar-dasar pemikiran Islam abad pertengahan. Penguasaanya yang mendalam terhadap pemikiran-pemikiran para filusuf Islam, termasuk pengetahuannya yang luas terhadap dunia tasawuf, membuat ia dapat merumuskan konsep yang akurat tentang terapinya untuk membangun masyarakat Muslim Indonesia. Ia selalu mengatakan bahwa kebangkitan umat Islam tidak hanya ditandai dengan emosi keagamaan yang meluap-luap, tetapi harus berdasarkan pemikiran yang dalam, menyeluruh, dan filosofi terhadap agama Islam itu sendiri. Semua itu dia buktikan dengan mewujudkan tiga langkah,yang kerap disebut sebagai “Gebrakan Harun”.
1.      Gebrakan pertama,dia meletakkan pemahaman yang mendasar dan menyeluruh terhadap Islam. Menurutnya dalam Islam terdapat dua kelompok ajaran. Yaitu ajaran yang pertama bersifat absolut dan mutlak benar, universal, kekal, tidak berubah, dan tidak boleh diubah. Kedua, bersifat absolut, namun relatif, tidak universal, tidak kekal, berubah, dan boleh diubah.
2.      Gebrakan kedua, pembaharuan dalam bidang pendidikan dilakukan saat ia menjabat Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1973 (yang kini UIN). Gagasan pembaharuan tersebut  antara lain: menumbuhkan tradisi ilmiah, memperbarui kulrikulum IAIN Syarif Hidayatullah, pembinaan tenaga dosen, menerbitkan Jurnal Ilmiah, pengembangan perpustakaan, pengembangan organisasi.[7]
3.      Gebrakan ketiga, bersama menteri Agama Harun mengusahakan berdirinya fakultas pasca sarjana pada 1982. Menurutnya, di Indonesia belum ada organisasi sosial yang berprestasi melakukan pinpinan umat islam Masa depan. Baginya pimpinan harus rasional, mengerti Islam secara komprehensif, tahu tentang Ilmu agama, dan menguasai filsafat, karena menurutnya sangat penting untuk mengetahui pengertian ilmu secara umum. Pimpinan seperti itulah yang diharapkan lahir dari fakultas pasca sarjana.[8]


D.    Karya-karya Harun Nasution
Ditengan kesibukannya memberi kuliah dan memimpin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Harun Nasution juga tercatat sebagai ilmuan yang produktif dalam bidang karya ilmiah. Diantara karya ilmiah yang dihasilkannya adalah:
1.      Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya
2.      Teologi Islam
3.      Filsafat Agama.
4.      Falsafat dan Mistisisme dalam Islam.
5.      Pembaharuan dalam Islam
6.      Akal dan Wahyu dalam Islam.
7.      Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah
8.      Islam Rasional.[9]

PENUTUP
Kesimpulan

Harun Nasution merupakan seorang tokoh pembaharuan pemikiran teologi Islam di Indonesia dan ia juga mengnggap bahwa dengan menggunakan rasionalitas masyarakat Islam Indonesia dapat bergerak maju dan dinamis serta mampu bersaing dengan bangsa lain. Selain itu juga Harun Nasution merupakan pelopor pemikiran rasionalitas di Indonesia.
Harun Nasution juga sebagai seorang pendidik yang sejati sehingga ia bisa menjalani misinya dengan baik. Kemampuannya dalam bidang Ilmu Kalam serta ide-ide pembaharuan yang dimilikinya hanyalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat dengan menggunakan pendidikan, yakni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai media.
Dalam pandangan Harun Nasution, pendidikan Islam harus diarahkan untuk perwujudan tujuan pendidikan itu sendiri, yakni mencetak manusia yang bertakwa atau manusia yang berakhlakul karimah. Sebab itu sistem pendidikan yang dilaksanakan bukanlah “pengajaran agama,” melainkan “pendidikan agama.” Di samping itu, khusus untuk IAIN beliau mengharapkan agar alumninya tidak saja ahli di bidang agama, namun juga memiliki pengetahuan umum dan akhlak.




        [1]Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2004) hal. 262
       [2] Achmad Ghalib, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2005) hal. 33
       [3] Rasyid Ridha, konsep teologi rasional dalam tafsir al- manar, (Jakarta: Erlangga 2006) hal.370
       [4] Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Jakarta: Mizan 1996) hal. 294
       [5] Ibid, hal. 191
       [6] Ibid, hal. 28
        [7] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2004) hal. 278
       [8] Kiki Zakiah, Harun Nasution dan Pemikiran-pemikirannya. http://keyzaja.blogspot.com/2010/01/harun-nasution-dan-pemikiran.html diakses pada 11 Mei 2012
       [9] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2004) hal. 274